October 27, 2009

Kerang Saos Tiram




Sudah lumayan lama saya tidak menyentuh area dapur dan sekitarnya, bukan karena saya tidak suka memasak tetapi waktu untuk melakukan aktifitas yang satu ini sangat jarang saya peroleh. Hari Sabtu dan Minggu yang biasanya saya gunakan untuk membuat hidangan kesukaan keluarga harus berubah dengan jadwal kuliah sehingga saya hari mempunyai waktu hanya di Minggu sore. Itupun saya manfaatkan untuk istirahat sekedar me-recharge tenaga untuk beraktifitas kembali seminggu kemudian.

Beruntung sekali....., Minggu kemarin saya mendapat hari libur karena dosen mendadak tidak bisa datang. Melihat kesempatan ini dan mood untuk memasak lagi ada, langsung saya menuju dapur dan melihat bahan-bahan yang ada.

Melihat kerang yang baru dibersihkan langsung saja muncul ide untuk membuat kerang goreng seperti yang pernah saya cicipi di salah satu rumah makan di kota Bontang, ide untuk menambahkan saos tiram, muncul saat saya asyik menggorengnya di wajan. Lumayan dapat tambahan resep baru

Ini dia foto yang sempat saya ambil sebelum dihabiskan oleh anak-anak. Selamat menikmati...!



August 23, 2009

Bagaimana Menjawabnya?

Baru pulang dari sebuah kegiatan rutin hari Minggu ini, tiba-tiba saya disergap di pintu samping oleh Farrell. Dia bertanya "Kenapa suami mama, papa?.
Saya bingung kenapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu tetapi saya langsung menjawab,"Mama dijodohkan sama Allah dengan Papa".
Lalu Farrell bertanya lagi " Nanti Feldy istrinya siapa ?
Saya tersenyum dalam hati dan menjawab, "Wah..Mama ngga tahu Kak, memangnya kenapa?.
"Nanti Farrell dan Feldy menikah khan....kalau mama sudah tua", sambung Farrell lagi.
Ooh...ternyata pertanyaan ini berkaitan dengan penjelasan saya beberapa waktu bahwa semua orang menjadi tua, yang kecil menjadi dewasa lalu menikah dan mempunyai anak. Tanpa saya sadari penjelasan itu mungkin mengendap dipikiran Farrell dan dicernanya dengan pemikirannya sendiri sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang cerdas yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya akan keluar dari mulutnya.

Saya belajar satu hal lagi bahwa jawablah pertanyaan anak-anak kita dengan jujur karena bisa jadi penjelasan tersebut merupakan jalan untuk merangsang mereka berpikir dan mencari jawaban apakah jawaban tersebut memang benar menurut pemikiran mereka. Tanpa disadari mereka belajar memecahkan masalah dengan bertanya kemudian menganalisanya.

Jadi jangan abaikan pertanyaan yang keluar dari mulut anak-anak kita

August 8, 2009

Ngobrol bareng bersama Feldy dan Farrell

Dalam perjalanan Bontang - Sengata.
Feldy : "Mama, aku pengin lihat rusa"
Mama : "Rusa? Sepertinya susah Fel....adanya di dalam hutan .... gelap".
Feldy : "Kita bawa senter Ma....supaya terang"
Mama : "Banyak nyamuk Fel....nanti gatal-gatal....!
Feldy : "Bawa semprotan nyamuk.....biar nyamuknya mati....!
Mama : "Tapi nanti ada ular....Mama takut......!
Feldy : "Nanti Feldy cari kayu Ma....Feldy pukul biar ngga gigit Mama....."
Mama : (geleng-geleng kepala kehabisan akal.....)
Feldy : Iya...ma...iya...ma....ayo ma....
Mama : (menyerah...) "Iya Fel....kalo Feldy udah gede ......

Di dalam kamar.
Mama : Feldy....nanti kalo mama udah tua, mama disayang ya....
Feldy : (berteriak) Mama.....ngga boleh tua.....!!
Mama : "Loh....nanti mama jadi tua....Feldy tambah gede..."
Feldy : "Mama ngga boleh tua.....khan sudah ada datuk yang tua....
Mama : (hahaha....ketawa dalam hati.....)

Di ruang keluarga.
Farrell : "Ma, sekarang aku sudah kelas 2 khan....?
Mama : "Iya....sekarang kakak sudah kelas dua"
Farrell : "Nanti aku naik terus sampai kelas 12....khan?
Mama : "Iya....nanti kakak tambah gede......"
Farrell : "Nanti aku kuliah sama perempuan dewasa....khan? Gimana dong.....Ma?
Mama dan Papa saling melihat...... lalu kami ketawa bareng.....
Mama : "Farrell.....nanti Farrell juga jadi laki-laki dewasa....ngga terus seperti sekarang.....jadi
sekolahnya juga sama perempuan dewasa.....
(ternyata konsep tumbuh dan berkembang belum dipahami oleh si kakak.....hehehe)

Masih banyak lagi percakapan-percakapan yang selalu membuat saya terkangen-kangen ama dua jagoan saya ini......

June 27, 2009

Genap 7 Tahun Usia Anakku...!!!

Alhamdulillah.....Farrell hari ini bertambah usianya. Sebagai ibu saya teramat bangga, dan bahagia melihat segala perkembangannya. Doa saya mungkin sama seperti ibu-ibu yang lain, menginginkan dia menjadi anak yang soleh, mandiri, dan berguna bagi agama, keluarga dan bangsa.

Tidak ada perayaan sama sekali yang saya adakan, hanya tadi pagi saat Farrell bangun saya langsung mencium dan memeluknya seraya berdoa " Ya.... Allah, panjangkanlah umurku untuk bisa melihat anak-anakku besar, berilah aku ilmu sehingga bisa menjadi ibu yang baik bagi mereka, semoga anak-anakku Engkau beri keistimewaan yang bisa bermanfaat bagi agama, keluarga dan masyarakat. Amin...!!!

Menjadi seorang ibu adalah pengalaman dan pembelajaran yang tidak pernah akan terulang dalam kehidupan kita karena setiap anak yang kita miliki tidak pernah akan sama. Maka nikmatilah selagi bisa.....

June 4, 2009

Sekolah untuk anak atau mamanya ya....?

Minggu lalu saya berkunjung ke sekolah Feldy, playgroup griya Ananda. Berkunjung ke sekolah Feldy memang jarang sekali saya lakukan....apa karena dia anak kedua ya? (perhatiaan saya tidak seperti saat kakaknya sekolah). Feldy memang sangat mandiri, dia sudah bisa memakai baju sendiri sejak usia 3 tahun, semua kegiatan seperti mandi, makan, dan lain-lain biasanya tidak mau dibantu oleh orang lain. Nah, pagi itu Feldy dengan manjanya meminta saya untuk menjemputnya di sekolah. "Ma, nanti aku dijemput ya.....! katanya sebelum saya berangkat ke kantor. Lalu sayapun menyanggupi sambil mencium keningnya. Jam 11 siang saya langsung meluncur ke sekolah Feldy menggunakan motor honda tua kesayangan saya. Sesampai di sana, saya masuk dengan hati-hati agar Feldy tidak melihat saya. Sengaja ini saya lakukan agar Feldy tidak mengalihkan perhatiannya karena dia kelihatan begitu sibuk mengerjakan tugas mewarnai yang ditugaskan gurunya. Karena duduk dipojokan saya dapat melihat semua aktifitas di dalam kelas pada waktu itu. Hampir semua anak-anak balita ini ditemani oleh orang dewasa, ada yang ditemani ibunya, pengasuhnya atau neneknya. Tiba-tiba perhatian saya teralih pada seorang anak kecil berkulit putih dan berwajah tampan dengan ibunya yang cantik. Ibu ini terus memarahi anaknya jika anaknya melakukan kesalahan dalam mewarnai gambar. "Ayo...A, jangan keluar garis kalau mewarnai. "Loh, kenapa seperti ini? Cepat....dong! (diselingi cubitan kecil) Sini biar mama aja.... Nah, cepat kasih ke bu guru...! Lalu si A ini dengan langkah kecilnya berlari menuju bu guru. Adalagi yang tidak sabar sampai ibunya langsung merebut crayon anaknya dan asyik mewarnai.

Saya tersenyum dalam hati yang menimbulkan pertanyaan, sebenarnya yang bersekolah ini siapa? Anaknya atau ibunya? Sebagai orang tua terkadang kita membuat harapan yang sangat tinggi pada anak-anak kita. Inilah yang membuat setiap orang tua berkompetisi dan saling membandingkan. Kita lupa bahwa anak-anakpun memiliki cara tersendiri dalam belajar dan menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Pengalaman saya saat memiliki anak pertamapun demikian. Membandingkan dia dengan anak lain, memaksa dia untuk memiliki kemampuan yang sama dengan orang lain. Pelajaran ini saya ambil dan menjadi ilmu yang tidak akan saya lupakan disaat saya melahirkan Feldy.

Percayalah, anak-anak kita mampu untuk belajar dan akan berhasil mengatasi masalah yang mereka hadapi. Dampingi mereka, temani mereka tapi biarlah mereka mewarnai dunia mereka dengan warna-warna yang mereka pilih dan sukai.....!! (dari saya yang terus belajar....)

May 21, 2009

Pembelajaran Seorang Anak Kepada Ibunya

Hari ini saya menyaksikan satu hobi baru Farrell yaitu memotret. Hampir semua kegiatan yang ada di acara End Year Party hari ini, diabadikan olehnya. Bahkan Farrell lebih luwes dari saya, mungkin karena dia adalah seorang anak kecil maka orang-orang yang dewasa disekitarnya tidak malu untuk meminta dipotret..... Ada yang minta dipotret bareng istrinya (coba kalo saya yang pegang kamera bisa dipastikan suami istri malu2 akan sungkan jika meminta diabadikan). Walaupun deg-degan karena saya khawatir jika kamera itu jatuh atau kecebur air, tetapi saya mencoba untuk membiarkannya berekspresi dengan mainan barunya. Mungkin hobi memotret ini menarik minatnya karena saya memang akhir-akhir ini suka memotret. Tanpa saya sadari, Farrell ikut belajar saat saya melihat saya memotret objek yang menarik hati. Senang tentu saja, ternyata dia bisa belajar melalui kebiasaan yang saya lakukan.

Lalu timbul pertanyaan di dalam diri saya, apakah ada hubungannya hobi anak dengan hobi orang tua. Bahkan ini bisa juga menyangkut hal lain yang lebih luas. Kita sudah tidak asing jika mendengar seorang penyanyi yang mempunyai orang tua juga penyanyi atau lainnya. Bila kebiasaan baik tentu saja tidak ada salahnya tetapi bagaimana jika ini kebiasaan yang buruk....apabila benar ada hubungannya berarti saya harus lebih berhati-hati karena tidak saya pungkiri bahwa sayapun mempunyai kebiasaan buruk yang belum bisa saya hilangkan sampai saat ini.

Ternyata saya adalah cermin terdekat yang dilihat oleh Farrell dan Feldy, semoga semua kebaikan yang ada dalam diri saya bisa menular kepada mereka dan semua keburukan yang ada pada diri saya dijauhkan dari mereka.... Dan saya menjadi lebih baik dengan bercermin pada mereka....Amin

April 30, 2009

Kartini dan Kesadaran Berbahasa

Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 19 April 2009
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -

Oleh Wildan Nugraha

LEPAS dari sosoknya yang bagi sementara pihak sangat lekat dengan kepentingan politik etis Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, kesadaran berbahasa Kartini agaknya menjadi salah satu faktor yang membuatnya terus dikenang. Tanggal ulang tahunnya, 21 April, di negeri ini identik dengan namanya; nama seorang perempuan ningrat yang lahir di Jepara pada 1879.

Dalam salah satu suratnya kepada Stella Zeehandelaar, Kartini mengungkapkan bahwa selain bahasa Belanda yang sudah dikuasainya, dia pun ingin pula mahir berbahasa asing lainnya, yakni bahasa Prancis, Inggris, dan Jerman. Bukan karena agar pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulisnya.

Antara lain lewat kesadaran berbahasa itulah Kartini menemukan ketidakberesan dalam masyarakatnya. Meski dikungkung adat, mata Kartini lebar terbuka melihat dunia luas di luar Jepara, teristimewa kepada dunia Barat, dan hal itu menyuburkan daya kritis dalam nuraninya. "Adat sopan santun orang Jawa amat sukar," ujar (Raden Ajeng) Kartini kepada Stella dalam surat bertanggal 18 Agustus 1899.

Tentang feodalisme yang sangat mengakar di lingkungannya Kartini menggambarkan, misal, bila adiknya sedang duduk di kursi dan dia berjalan melewatinya, maka sampai kakaknya berlalu sang adik harus turun duduk di tanah sambil menundukkan kepalanya. Sementara, seorang gadis Jawa yang baik jalannya harus perlahan-lahan dengan langkah yang pendek-pendek seperti siput layaknya. Lalu dalam hal berbahasa pun, Kartini menyadari bahwa bahasa yang bertingkat-tingkat di lingkungannya itu menghadirkan sekat-sekat kemanusiaan: seseorang akan "berdosa" bila memakai bahasa Jawa rendah (ngoko) kepada sembarang orang.

Akan tetapi, Kartini bukan seorang "radikal". Dia tidak lantas membenci kejawaannya. "Boleh jadi seluruh badan kami sudah dijiwai pikiran dan perasaan Eropa; tetapi, darah, darah Jawa yang hidup dan mengalir hangat dalam tubuh kami ini, sekali-kali tidak dapat dihilangkan. Kami merasainya pada harum kemenyan dan semerbak bunga, pada lagu-lagu gamelan, pada irama angin ketika meresak pucuk-pucuk pohon kelapa, pada dekut perkutut, pada waktu batang padi bersiul, saat lesung padi berdentung-dentung, " ungkap Kartini dalam satu suratnya kepada Rosa Manuela Abendanon. Pun, Kartini menghargai orang tua dan kakak-kakaknya dengan menuruti semua adat Jawa dengan tertib. Tapi sebagai sebentuk perlawanan, kata Kartini kepada Stella, "Mulai dari aku ke bawah, kami langgar seluruhnya adat itu."

Salah satu hal yang ditekankan Kartini adalah mengenai pencerahan akal budi, sebuah inti dari pemikiran modern yang tengah berkembang di Eropa pada masa itu, yang membayang kuat di benak Kartini. "Kemajuan peradaban," katanya kepada Nyonya Ovink-Soer, "didapat bila kecerdasan pikiran dan kecerdasan budi sama-sama dimajukan." Lantas, soal mempertinggi derajat budi manusia, Kartini kerap menyoal ihwal kesadarannya dalam berkeyakinan.

Kepada Stella dalam suratnya bertanggal 6 November 1899, misalnya---dan terbaca juga dalam surat-suratnya kepada Nyonya Abendanon--- Kartini melihat bahwa kepada masyarakat di tempatnya keteguhan taklid lebih kuat ditanamkan ketimbang keteguhan yang dilandasi kesadaran. Bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai keyakinannya bila tidak mengenalnya, ungkapnya. "Orang-orang di sini diajarkan membacanya, tapi tidak diajarkan maknanya," katanya. "Pikirku, itu pekerjaan gila." Banyak lagi Kartni menuliskan kegundahannya mengenai realitas di sekelilingnya yang dengan tersirat dia sandarkan kepada keyakinannya. "Papa orang yang tidak dapat mengerti, bahwa kecuali ada keluhuran dalam derajat dan pangkat, masih ada keluhuran lain yang meniadakan segala-galanya, " tulisnya kepada Nyonya Abendanon, 13 Agustus 1900.

Kesadaran berbahasa memang merupakan sesuatu yang penting. Dalam hal Kartini, kesadaran ini tak bisa dilepaskan dari kebiasaannya berkorespondensi dengan sahabat-sahabat penanya. Mungkin kita bisa menganggap semua peristiwa yang dialami seseorang sebagai peristiwa yang acak; dan kebiasaan menulis sebagai salah sebuah upaya merefleksikan peristiwa-peristiwa acak tersebut. Mengutip Bambang Sugiharto (1996), bahasa dapat membantu memperdalam peristiwa-peristiwa acak seseorang lewat refleksi dan dengan mengangkat segala hal partikular ke taraf konsep yang bersifat umum. Deskripsi membantu agar pengalaman menemukan bentuknya; dia dapat mengangkat makna tersembunyi di dalam input indrawi yang acak-acakan saat seseorang mengalami sesuatu peristiwa, dan dengan begitu deskripsilah yang menjadikan seseorang memahami pengalaman, atau yang membuat segala peristiwa acak menjadi "pengalaman" .

Bambang Sugiharto mencontohkan, misalnya, pengalaman membaca buku bisa berubah banyak manakala seseorang harus membuat ulasan tentangnya. Tulisan ulasan yang dibuat itu dengan sendirinya akan mengintensifkan pengalaman membaca dengan mengangkatnya ke taraf refleksi. Maka Kartini, bila demikian, dengan surat-suratnya yang luar biasa dia kerjakan, setidaknya jika betul selama empat atau lima tahun terakhir masa hidupnya---dia wafat dalam usia 25 pada 17 September 1904---seakan tidak berhenti melakukan refleksi atas "peristiwa-peristiw a acak" yang didapatkannya sehari-hari.

Gagasan-gagasan kritis Kartini, terutama tentang pentingnya pendidikan, posisi sentral kaum perempuan dalam masyarakat yang beradab, dan nilai-nilai filosofis transendental didapatkan dari kekayaan pergaulan dan bacaannya; hal yang mungkin sukar dia peroleh bila tidak disokong oleh kesadarannya dalam berbahasa. "Bahasa adalah rumah tempat tinggal sang Ada," kata Martin Heidegger (1889-1976). Bila benar, demikian sahut Bambang Sugiharto, maka bahasa adalah rumah bagi pengalaman-pengalam an yang bermakna. Pengalaman yang telah diungkapkan adalah pengalaman yang telah mengkristal, menjadi semacam "substansi" tertentu. Dengan kata lain, pengalaman itu tidak bermakna bila tidak menemukan "rumah"-nya dalam bahasa. Sebaliknya, tanpa pengalaman nyata bahasa adalah ibarat kerang yang kosong tanpa kehidupan.** *

WILDAN NUGRAHA, cerpenis bergiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Bandung.

April 8, 2009

Akhirnya Menyerah.....

Sudah seminggu ini saya berjuang untuk mengatasi demam, radang tenggorokan dan kecapekan yang sudah mulai merayapi seluruh sendi di tubuh saya. Harapan saya dengan hanya mengandalkan obat batuk dan pertahanan tubuh sendiri saya bisa sembuh tanpa harus mengandalkan antibiotik. Saya memang tergolong orang yang susah sekali minum obat jika itu dalam bentuk tablet karena sudah ketakutan tidak bisa menelannya. Berbagai cara sudah pernah saya coba, dengan menggunakan pisang, minum dengan air yang manis dan lain sebagainya tetapi karena sudah faktor psikis yang berbicara maka saya jika melihat obat pasti sudah merasa mual....kalah sama anak-anak saya yang doyan sekali minum obat....hehehe

Lima hari sebelumnya saya masuk ruang emergency karena badan sudah menggigil tidak karuan, oleh dokter saya diobservasi selama dua jam dan dites darah untuk mengetahui apakah ada penyakit lain selain radang tenggorokan yang saya derita. Alhamdulillah, hasil tes darah menyatakan bahwa saya tidak mengalami penyakit lain.

Jika mau dirunut, penyebab sakit yang saya derita adalah memang mutlak kesalahan saya sendiri. Hobi saya menyantap makanan pedas, panas dan berminyak seperti bakso, cireng, makanan bersantan dan lain-lain merupakan faktor utama penyakit yang saya derita. Dokter sudah berkali-kali mengatakan bahwa tenggorokan saya sudah sangat sensitif karena rusak akibat kebiasaan makan saya tidak baik. Jadi jika daya tahan tubuh saya turun sedikit saja maka radang datang dengan segera dan tanpa ampun menyerang yang efeknya akan mengakibatkan demam dan tubuh terasa lelah. Ditambah kurangnya istirahat karena aktifitas yang cukup menyita waktu membuat tubuh saya tidak cukup untuk mempersiapkan tenaga yang saya butuhkan.

Akhirnya saya menyerah, kemarin diantar oleh suami saya meminta obat tambahan untuk mengurangi radang tenggorokan dan obat untuk tidur supaya saya bisa istirahat dengan cukup. Dokter menyarankan saya istirahat total selama 2 hari ditambah dengan libur pemilu dan libur nasional 1 hari maka saya bisa beristirahat selama 4 hari.

Selama istirahat, saya berpikir semakin bertambah usia kita maka sudah seharusnya kita lebih memperhatikan pola makan, pola istirahat dan manajemen waktu. Ketiga faktor ini jika berlebihan atau kekurangan maka akan akan berakibat fatal bagi hidup kita nantinya. Semakin lama kita mengabaikannya maka semakin besar resiko yang akan kita tanggung dikemudian hari.

Jadi mulai hari ini saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengabaikan setiap istirahat yang dikeluarkan oleh tubuh saya dan akan mengatur pola makan dan manajemen waktu dalam bekerja. Doakan agar saya cepat sembuh dan bisa memulai hari dengan janji yang baru...!!!!

April 4, 2009

Three Cups of Tea


Hari Kamis sore, saya menemukan buku yang selama ini saya cari. Judulnya Three Cups of Tea, berisi kisah nyata seorang pendaki gunung yang tersesat di salah pegunungan es tertinggi dunia K2 Balmoro Pakistan. Perjalanannya yang gagal dalam mencapai puncak memberikan arah hidup yang sangat berbeda pada dirinya.

Selama ini saya berpikir bahwa manusia yang ada di dunia saat ini telah terkotak-kotak menjadi ribuan kelompok yang berdasarkan anggapan atas perbedaan warna kulit, bangsa, agama, bahasa, suku, kaya, jabatan dan masih banyak sekali batasan yang kita ciptakan untuk menunjukkan bahwa diri kita berbeda dengan orang lain. Tetapi dalam buku ini saya belajar bahwa semua batasan yang kita ciptakan mengakibatkan penderitaan, peperangan dan berbagai masalah lain yang timbul hanya kita merasa bahwa kita berbeda.

Greg Mortenson, pendaki gunung ini dalam bukunya mengajarkan kepada saya bahwa kepedulian kita terhadap orang lain dapat membawa perubahan yang begitu dahsyat dalam kehidupan ribuan orang miskin di Pakistan. Segalanya berawal dari sini, ketika Greg tersesat, dia sampai di suatu desa kecil bernama Korphe yang penduduknya hampir tidak pernah keluar dari desa mereka karena jalur yang begitu sulit untuk ditempuh dari kota ditambah lagi dengan suku yang memerintah bukan dari suku mereka sehingga pemerintah tidak pernah melirik ke desa kecil tersebut.

Selama di desa tersebut, Greg ditampung di rumah Haji Ali seorang ketua di desa tersebut, mereka memberikannya pertolongan, makanan dan merawat Greg tanpa pamrih walaupun mereka sendiri berada kekurangan. Haji Ali berkata, "Di tempat kami berlaku aturan jika seseorang minum teh dari gelas pertama maka anda adalah tamu, jika anda minum teh gelas kedua maka anda dianggap keluarga dan gelas teh ketiga maka anda bergabung dengan kami dan kami bersedia mati untuk membela anda...Selama tinggal disana, Greg merasakan bahwa anggapannya selama ini bahwa muslim itu teroris berubah sudah. Di sana dia merasakan kehangatan dan penerimaan yang begitu terbuka membuatnya berpikir apa yang bisa dia lakukan untuk membalas semua kebaikan orang yang ada di Korphe. Dan akhirnya dia tahu yang harus dilakukannya yaitu membangun sekolah untuk mendidik masyarakat disana karena beliau yakin dengan pendidikan maka kehidupan masyarakat akan berubah.

Setiba sesampai di Amerika, Greg merasa kebingungan apa yang harus dilakukan seorang pemuda miskin untuk mewujudkan janjinya kepada seorang nun jauh di Pakistan sana. Terbayang olehnya anak-anak desa Korphe yang belajar di padang rumput yang dingin tanpa ruangan kelas. Mulailah beliau menulis kepada sejumlah orang terkenal, orang kaya yang alamatnya ada di majalah. Tetapi hasilnya sia-sia, sampai akhirnya ada seorang ilmuwan kaya yang memberinya 20 ribu dolar pertama untuk membangun sekolah tersebut. Dimulai dari desa Korphe kemudian akhirnya gerakan ini menghasilkan ratusan sekolah di Pakistan yang dikerjakan sendiri oleh penduduknya karena merekapun sangat mendukung gerakan ini.

Buku ini dilengkapi dengan beberapa foto yang menggambarkan betapa kerasnya alam di desa yang terletak di atap dunia tersebut, dengan bahasa yang begitu sederhana dan mengalir deras membawa imajinasi saya membangun gambaran desa-desa di pegunungan Pakistan. Kadang saya tersenyum jika Greg berhasil membangun satu sekolah lagi, kadang saya ikut bersedih melihat bagaimana terjadi peperangan antara Pakistan dan India yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan menjadi pengungsi, kadang saya ikut ketakutan saya Greg menjadi tawanan kelompok Islam garis keras karena mereka curiga dengan gerakan yang dilakuan..... Perasaan saya benar-benar teraduk tetapi dari kesemuanya itu satu hal yang membuka mata saya bahwa satu hal kecil yang kita lakukan dapat membawa perubahan besar.

Buku ini sangat saya anjurkan untuk dibaca...!!!
http://www.threecupsoftea.com
http://www.gregmortenson.com

March 14, 2009

Ayam Pop....Menu favorit Farrell dan Feldy

Lama ngga muncul, ternyata membuat kangen juga untuk sekedar menambah isi blog. Dan karena memenuhi permintaan seorang sohib yang lagi kangen ama masakan Indonesia (Lik...nih, udah aku tulis resepnya... !! Masak yang banyak ya... lalu kirim ke Indonesia...he3x). Saya akhiranya bela-belain meluangkan waktu untuk menulis resp ini di blog.

Menu ini sangat gampang cara membuatnya dan pasti disukai oleh anak-anak...(orang dewasa pun suka loh...termasuk saya...:)). Jika di meja sudah terhidang menu ini dipastikan empat potong dalam sekejap pasti sudah berpindah ke dalam perutnya Farrell......:) apalagi jika kita menggunakan ayam kampung muda....wah, gurih dan nikmat sekali rasanya....membayangkannya saja sudah menerbitkan air liur saya....yummy banget....!!! Selamat mencoba...!!!

Bahan:
  1. 1 ekor ayam buras (kalo mau nikmat pakai ayam kampung). Potong 4 bagian
  2. 1 sdm air jeruk nipis
  3. 500 ml air kelapa
  4. 1 sdt garam
  5. 4 siung bawang putih, haluskan
Sambal:
  1. 5 sdm minyak untuk menumis
  2. 200 ml air
  3. 2 buah tomat merah (200 g), potong membujur 8 bagian
Bumbu, haluskan:
  1. 4 bh cabai merah
  2. 5 bh cabai rawit merah
  3. 3 siung bawang putih
  4. 5 butir bawang merah
  5. 2 cm jahe
  6. 1 1/2 sdt garam
  7. 1 sdt gula pasir
Langkah-langkahnya:
  1. Kupas kulit ayam, lumuri dengan air jeruk nipis hingga rata. Diamkan slama 30 menit hingga merasap. Sisihkan
  2. Masak ayam bersama air kelapa, garam dan bawang putih hingga mendidih, kecilkan api. Masak terus sampai ayam empuk dan air kelapa habis. Angkat
  3. Goreng ayam berbumbu sebentar dalam minyak banyak dengan api sedang. Angkat, tiriskan. Sisihkan.
  4. Sambal: Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga harum. Tambahkan tomat dan air. Masak hingga matang dan tomat hancur. Angkat. Sajikan sambal bersama ayam pop.
Tips.
Goreng ayam sebentar saja. Jangan menggorengnya terlalu lama karena akan menyebabkan daging menjadi kering dan keras.

January 21, 2009

News Flash

Daripada bengong nungguin Farrell yang sedang ekstra kurikuler, saya akhirnya memutuskan untuk ngeblog sebentar karena ada berita gembira yang mau saya bagi.... Minggu lalu saya ikut acara workshop fotografi selama 2 hari. Hari 1, kita diberi berbagai macam teori dan hari ke 2 kita hunting ke pasar tradisional Sengata Lama. Pembicaranya mas Adhitya Zain, salah seorang fotografer yang karyanya sudah mendapatkan berbagai macam penghargaan di beberapa event. 

Pada waktu hunting kami dituntut untuk mendapatkan hasil terbaik untuk diikutkan dalam lomba (3 foto dari masing-masing peserta), jurinya adalah mas adhitya dan pak wawan dari klik klub PT. KPC. Dan ternyata 2 dari 3 foto saya masuk 9 sembilan besar dan salah satunya meraih juara 2. Alhamdulillah....saya merasa mendapat anugrah besar, ternyata saya masih bisa mengembangkan salah satu kemampuan saya........ Semoga saya terus bisa menjadi lebih baik dari hari ke hari.



January 15, 2009

Istirahat dulu ya...

Dalam 1 bulan ini ternyata aktifitas saya meningkat dengan tajam..:)...... (kayak di bursa aja). Ada karya tulis yang sedang saya teliti, ngikutin acara FLP, ada Raker Periska, belum lagi saya terpilih untuk menjadi salah satu mahasiswa program AKTA IV, maklum saya ini jadi guru tapi bukan dari pendidikan keguruan, karena  program ini sangat bermanfaat untuk diikuti, apalagi gratis karena beasiswa dari Dinas Pendidikan KUTIM, saya pun tidak sanggup untuk melewatkkannya...hehehe. Dikarenakan kuliahnya diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, otomatis waktu saya untuk ngeblog jadi tergantikan.  

Belum lagi tanggung jawab terhadap dua jagoan saya, materi pelajaran Farrell yang sudah mulai berat,  mengenalkan Feldy huruf and so on.......membuat saya merasa terpecah -belah disana-sini. 

Jadi mohon maaf ya kalau blog ini tidak bisa diupdate sesuai jadwal....:) dan bahan tulisan untuk blog terpaksa saya simpan di laci dulu.... Sampai ketemu lagi ditulisan berikutnya 


January 8, 2009

Lihatlah Segala Kebaikan Disekitarmu

Malam tadi saya dan suami marahan kecil....:) Masalahnya sepele dan dimulai dari peristiwa yang sederhana. Begini kejadiannya: Entah mengapa, malam tadi di kamar tidur dan kamar mandi banyak sekali nyamuk beterbangan. Ini membuat saya jengkel karena saya dan anak-anak kalau sudah digigit nyamuk bisa membekas dan bentol-bentolnya lama sekali baru bisa hilang. Lalu saya coba untuk menangkap mereka dengan cara konvensial....;) Dipukul dengan kedua belah telapak tangan dan untungnya nyamuknya tidak terlalu gesit maka saya dengan semangat mengejar mereka. Setelah berhasil menangkap 6 ekor, tangan saya lumayan pedas karena saya terlalu semangat, lalu saya mencoba memikirkan cara lain dan teringatlah saya sama pemukul nyamuk plastik yang pernah dibeli suami saya. Lantas saya berteriak, "Pa, tolong dong ambilin pemukul nyamuk di lemari daripada disimpan terus dilemari mendingan dipakai untuk mukul nyamuk .....!  Saya tidak menyadari perubahan raut wajah suami saya sampai akhirnya saya mendengarnya bicara, "Mengapa kalo papa yang beli sesuatu selalu saja ada salahnya", tanya suami saya. Deg....saya tersentak, saya langsung menyadari kesalahan saya dan meminta maaf. 

Terkadang saya memang cerewet banget dengan kebiasaan suami yang tidak sesuai dengan kebiasaan saya. Hanya hal-hal kecil, seperti kebiasaannya suka membeli barang yang menurut saya tidak dibutuhkan, meletakkan tisue yang sudah digunakan di sembarang tempat, dan lainnya. Dan kesalahan saya adalah melihat hal ini sebagai suatu kekurangan sehingga sering sekali saya ungkit jika kami bertengkar. Akhirnya suami sayapun membentengi diri dengan cara yang sama yaitu mencari kebiasaan saya yang tidak sesuai dengan dirinya seperti, meletakan benda di sembarang tempat, mengambil dan meletakkan benda tanpa melihat sehingga sering jatuh dan pecah, dan lainnya sehingga kalau kami bertengkar pastilah hal-hal kecil seperti itu diangkat lagi ke permukaan. 

Pagi tadi setelah selesai sholat subuh kami berduapun bicara, ternyata membicarakan kebiasaan-kebiasaan tersebut dalam keadaan marah bisa sangat menyakitkan hati satu sama lain dan bisa jadi karena ini terus terulang dalam setiap pertengkaran akan berakibat buruk pada hubungan kedua belah pihak. Jika kita pikirkan bersama, semakin lama kita hidup bersama dengan seseorang akan semakin banyak sifat yang kita ketahui. Entah itu sifat baik maupun sifat yang bertentangan dengan diri kita, jika kita selalu melihat hal negatif dari pasangan kita (hal-hal yang sepele tentunya) maka kita tidak akan pernah merasa bahagia, tidak pernah puas dan akhirnya akan membuat kita tidak menghargai pasangan kita. Coba yang kita melihat kebaikan yang ada pada pasangan kita, pasti dech kita selalu bersyukur....:) 

Mungkin tidak mudah tapi juga tidak sesulit yang kita kira.....Ayo kita mencoba untuk selalu melihat kebaikan yang ada di diri setiap orang terutama orang yang ada disekitar kita, Insya Allah kita akan selalu berbahagia karena dikelilingi oleh orang-orang baik.