August 27, 2018



Tebarkan Kebaikan dan Bersungguh-sungguhlah dalam Segala hal.
Prof. Dr. Iwan Prayitno, M.Si Gubernur Sumatera Barat
Kajian Minggu Pagi Masjid Daarusalam Sangatta Kutai Timur

Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri atau orang lain,” Apakah yang kita cari di dunia ini?”. Jawaban hampir semua orang adalah mendapatkan kebahagiaan. Lalu bagaimana caranya kita memperoleh kebahagiaan itu?. Betapa banyak orang yang bekerja keras termasuk diri kita yang terkadang tidak mengenal waktu untuk memperoleh jabatan, mencari ilmu, mendapatkan kekayaan dan lain sebagainya untuk mendapatkan hal tersebut agar dirinya menjadi bahagia. Benarkah setelah memperoleh segalanya lalu kita bahagia? Contoh kecil yang baru saja terjadi yaitu yaitu meninggalnya seorang super star K Pop Korea ditengah ketenaran dan kesuksesan karirnya. Menurut Prof. Dr. Iwan Prayitno, P.Si., M.Sc jika ingin memperoleh kebahagiaan dalam hidup ini maka tebarkanlah kebaikan. Mengapa demikian, karena pada dasarnya semua yang kita lakukan akibatnya akan kembali kepada diri kita sendiri. Maka jika kita melakukan kebaikan maka efek kebaikan kita akan kembali kepada kita demikian pula sebaliknya. Kebaikan yang kita dapat adalah akibat dari ulah atau sebab kita sendiri. 
Ada orang yg mengeluh hidupnya susah termasuk diri kita pun sering melakukan hal yang sama, maka lakukanla instropeksi diri. Tanyakan pada diri kita, apakah kita kurang bersyukur, selalu sibuk melakukan hal yang kurang bermanfaat. Segera merubah diri menjadi lebih baik. Tebarkan selalu kebaikan sehingga mendapat balasan kebaikan. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan karena akan merugikan diri kita. Biarlah Allah SWT yang membalasnya karena Allah SWT pasti membalasnya dengan hal baik menurutNYA.
Tanyakan pada diri kita apakah kita sudah bahagia hari ini? Apabila belum maka ada something wrong dalam diri kita. Kebaikan itu fitrah maka sikapilah segala sesuatu dengan husnudzon kepada Allah SWT karena dibalik semua kejadian itu ada hikmah yang baik yang diberikan Allah SWT kepada kita. Berkah itu tidak bisa dihitung tapi dirasakan.
Dua hal iniah yang menurut Prof. Dr. Iwan Prayitno, M.Si yang mempengaruhi kehidupan beliau. Kemudahan beliau dalam menyelesaikan pendidikan adalah salah satu contoh dari kesungguhan beliau dalam memanfaatkan waktu. Saat beliau berkuliah pendidikan master, beliau juga aktif memberikan dakwah di berbagai tempat dan juga mengurus keluarga beliau yang dibawa pada saat berkuliah. Kesungguhan beliau memanfaatkan waktu walaupun begitu banyak aktifitas inilah yang ternyata akhirnya membuat beliau dapat menyelesaikan kuliah tepat dan waktu dan memperoleh nilai terbaik (cumlaude). Patut untuk kita contoh dan dilakukan dalam memperbaiki kualitas kehidupan diri. Aamiin yaa robbal alamin.


November 12, 2016

Ketika Feldy bertanya, “Apa arti hidup ini?”.



Jangan pernah meremehkan anak kecil. Terkadang kita takjub dengan ide ataupun pertanyaan yang mereka ajukan. Profesi saya sebagai ibu dan pengajar di SD membuat saya sering menemukan pertanyaan ataupun ide ajaib yang mereka kemukan. Termasuk anak saya Feldy yang mulai dari kecil memang sangat senang bertanya, dari hal yang sepele sampai yang berat.

Sepele jika dia hanya sekedar bertanya ,”Mama, bagaimana siklus air”. Tinggal searching, sekejap kemudian saya langsung bisa menjawabnya.  Nah, berat itu kalau sudah memberikan pertanyaan yang jawabannya saya juga harus memikirkan dan menyusun kata-kata agar sesuai dengan usianya yang dibilang anak-anak juga bukan, remaja pun belum, usia tanggung itu menurut pendapat saya.

Beberapa hari lalu, Feldy bertanya,”Menurut kita, apa arti hidup ini?”.Saya terperangah, pertanyaannya sepertinya mudah tapi jawabannya sulit karena banyak makna terkandung dalam pertanyaan itu. Dalam hati, saya berujar “Mengapa tiba-tiba Feldy bertanya seperti ini? Habis membaca buku apalagi nih! (Feldy memang sangat suka membaca). Saya pun saat itu menjawab secara singkat dan sederhana. Hidup itu artinya menggunakan waktu kita agar bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Ternyata jawaban itu belum memuaskan Feldy sampai akhirnya dia bertanya di grup WhatssApp keluarga. Beberapa jawaban diberikan oleh om dan tantenya dan Feldy pun mengucapkan terima kasih. Saya tidak tahu, apakah dia sudah puas dengan jawaban-jawaban yang ada atau masih ingin mencari jawaban lain.

Hanya saja setelah membaca kembali pertanyaan Feldy di WA, entah mengapa akhirnya pertanyaan itu mengusik relung hati saya. Saya akhirnya bertanya pada diri sendiri, apa arti hidup bagi saya sendiri. Bukan untuk menjawab pertanyaan Feldy tetapi memang untuk mengetahui apa saya benar-benar mengetahui makna hidup yang saya jalani atau hanya sekedar menjalaninya saja. Apakah saya sudah mengetahui tujuan akhir hidup saya dan sudah berada dijalan yang tepat sehingga nanti saya tiba di tempat yang saya impikan diakhir perjalanan? Sayapun ingat surat Al Ashr, surat yang sangat sering saya baca berulang-ulang saat saya sholat dikarenakan surat ini pendek jadi sholat bisa lebih cepat. (Duh, malunya saya. Sholat saja perhitungan dengan waktu).

Al Ashr artinya masa, tentunya kalau kita lebih memaknai surat itu menjelaskan tentang waktu. Mengapa waktu menjadi penting? Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa terulang sehingga kita tidak bisa kembali ke masa lampau.  Dalam surat tersebut dikatakan bahwa semua orang akan merugi kecuali orang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Penjelasan inilah sebenarnya arti hidup yang saya dapatkan. Bahwa jika saya ingin berakhir bahagia dalam perjalanan hidup ini maka saya harus memanfaatkan waktu dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:


  1. Menjadi orang beriman yang tentunya harus dibuktikan dengan perbuatan. Kalau yang ini paling tidak saya sudah berusaha melakukan walaupun belum sempurna. Mengerjakan sholat, puasa, dan lain-lain.
  2. Mengerjakan amal saleh. Amal saleh adalah perbuatan yang dilakukan bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Tidak ada penjelasan yang tegas tentang bentuk amal saleh hanya saja dijelaskan amal saleh adalah perbuatan yang menghindarkan diri dari berbuat kerusakan. Kalau yang ini saya mengakui belum banyak bermanfaat untuk orang lain. Masih sebatas melakukan kepentingan diri sendiri, semoga kedepannya saya bisa mengerjakan amal saleh apapun bentuknya.
  3. Saling nasehat dan menasehati dalam kebenaran.
  4. Saling nasehat dan menasehati dalam kesabaran.

Poin ketiga dan keempat menurut saya adalah yang sangat berat. Pernah dibenci orang karena menasehati? Atau pernah dijawab seperti ini,”itu adalah urusan saya!. Inilah yang menjadi hambatan saya dalam menasehati. Kecuali memang diminta saran dan pendapatnya.  Menasehati sangat jarang saya lakukan kecuali untuk keluarga saya, anak, suami kadang-kadang saudara. Untuk orang lain, nanti dulu! Hanya saja setelah membaca surat Al Ashr ini ternyata saya harus mulai mencoba untuk bisa ikut serta dalam perbuatan saling nasehat menasehati. Semoga saya bisa melakukan keempat poin di atas sehingga saya termasuk orang yang menghargai arti hidup ini. Terima kasih Feldy atas pertanyaanya yang membuat saya akhirnya bisa mengevaluasi diri saya sendiri.

Ketika Feldy bertanya, “Apa arti hidup ini?”.



Jangan pernah meremehkan anak kecil. Terkadang kita takjub dengan ide ataupun pertanyaan yang mereka ajukan. Profesi saya sebagai ibu dan pengajar di SD membuat saya sering menemukan pertanyaan ataupun ide ajaib yang mereka kemukan. Termasuk anak saya Feldy yang mulai dari kecil memang sangat senang bertanya, dari hal yang sepele sampai yang berat.

Sepele jika dia hanya sekedar bertanya ,”Mama, bagaimana siklus air”. Tinggal searching, sekejap kemudian saya langsung bisa menjawabnya.  Nah, berat itu kalau sudah memberikan pertanyaan yang jawabannya saya juga harus memikirkan dan menyusun kata-kata agar sesuai dengan usianya yang dibilang anak-anak juga bukan, remaja pun belum, usia tanggung itu menurut pendapat saya.

Beberapa hari lalu, Feldy bertanya,”Menurut kita, apa arti hidup ini?”.Saya terperangah, pertanyaannya sepertinya mudah tapi jawabannya sulit karena banyak makna terkandung dalam pertanyaan itu. Dalam hati, saya berujar “Mengapa tiba-tiba Feldy bertanya seperti ini? Habis membaca buku apalagi nih! (Feldy memang sangat suka membaca). Saya pun saat itu menjawab secara singkat dan sederhana. Hidup itu artinya menggunakan waktu kita agar bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Ternyata jawaban itu belum memuaskan Feldy sampai akhirnya dia bertanya di grup WhatssApp keluarga. Beberapa jawaban diberikan oleh om dan tantenya dan Feldy pun mengucapkan terima kasih. Saya tidak tahu, apakah dia sudah puas dengan jawaban-jawaban yang ada atau masih ingin mencari jawaban lain.

Hanya saja setelah membaca kembali pertanyaan Feldy di WA, entah mengapa akhirnya pertanyaan itu mengusik relung hati saya. Saya akhirnya bertanya pada diri sendiri, apa arti hidup bagi saya sendiri. Bukan untuk menjawab pertanyaan Feldy tetapi memang untuk mengetahui apa saya benar-benar mengetahui makna hidup yang saya jalani atau hanya sekedar menjalaninya saja. Apakah saya sudah mengetahui tujuan akhir hidup saya dan sudah berada dijalan yang tepat sehingga nanti saya tiba di tempat yang saya impikan diakhir perjalanan? Sayapun ingat surat Al Ashr, surat yang sangat sering saya baca berulang-ulang saat saya sholat dikarenakan sholat ini pendek jadi sholat bisa lebih cepat. (Duh, malunya saya. Sholat saja perhitungan dengan waktu).

Al Ashr artinya masa, tentunya kalau kita lebih memaknai surat itu menjelaskan tentang waktu. Mengapa waktu menjadi penting? Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa terulang sehingga kita tidak bisa kembali ke masa lampau.  Dalam surat tersebut dikatakan bahwa semua orang akan merugi kecuali orang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Penjelasan inilah sebenarnya arti hidup yang saya dapatkan. Bahwa jika saya ingin berakhir bahagia dalam perjalanan hidup ini maka saya harus memanfaatkan waktu dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:


  1. Menjadi orang beriman yang tentunya harus dibuktikan dengan perbuatan. Kalau yang ini paling tidak saya sudah berusaha melakukan walaupun belum sempurna. Mengerjakan sholat, puasa, dan lain-lain.
  2. Mengerjakan amal saleh. Amal saleh adalah perbuatan yang dilakukan bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Tidak ada penjelasan yang tegas tentang bentuk amal saleh hanya saja dijelaskan amal saleh adalah perbuatan yang menghindarkan diri dari berbuat kerusakan. Kalau yang ini saya mengakui belum banyak bermanfaat untuk orang lain. Masih sebatas melakukan kepentingan diri sendiri, semoga kedepannya saya bisa mengerjakan amal saleh apapun bentuknya.
  3. Saling nasehat dan menasehati dalam kebenaran.
  4. Saling nasehat dan menasehati dalam kesabaran.

Poin ketiga dan keempat menurut saya adalah yang sangat berat. Pernah dibenci orang karena menasehati? Atau pernah dijawab seperti ini,”itu adalah urusan saya!. Inilah yang menjadi hambatan saya dalam menasehati. Kecuali memang diminta saran dan pendapatnya.  Menasehati sangat jarang saya lakukan kecuali untuk keluarga saya, anak, suami kadang-kadang saudara. Untuk orang lain, nanti dulu! Hanya saja setelah membaca surat Al Ashr ini ternyata saya harus mulai mencoba untuk bisa ikut serta dalam perbuatan saling nasehat menasehati. Semoga saya bisa melakukan keempat poin di atas sehingga saya termasuk orang yang menghargai arti hidup ini. Terima kasih Feldy atas pertanyaanya yang membuat saya akhirnya bisa mengevaluasi diri saya sendiri.

September 18, 2016

Cintailah, selagi masih ada waktu!




 Pagi-pagi sudah bicara cinta. Apakah virus yang tidak ada obatnya ini sedang melanda saya? Jawabannya adalah benar sekali. Tiba-tiba di hari ulang tahun pernikahan saya teringat peristiwa yang terjadi lima belas tahun yang lalu. Di sebuah pagi yang indah, perasaan saya sudah berdebar tidak menentu. Peristiwa ini memang saya tunggu tapi apakah ini sebuah keputusan yang tepat. Pernikahan, seperti berjalan menuju dunia baru dimana saya harus meninggalkan tempat bernaung yang memberikan rasa aman dan bahagia.  

Saat itu, Saya tidak pernah terpikir tentang bagaimana perasaan ayah. Orang yang sangat dekat dan berarti bagi saya. Saya terlalu sibuk dengan diri saya sendiri sehingga lupa betapa seharusnya hari itu saya bisa lebih dekat dengan beliau karena beliaulah yang nantinya akan memberikan ijin sehingga saya bisa keluar dari rumah dimana tempat saya dibesarkan untuk mengikuti orang yang baru memberikan cinta setelah saya dewasa. Bahkan sampai saat ini belum pernah saya bertanya seperti apa rasanya menyerahkan seorang anak yang sangat dicintainya (pastinya!) kepada orang lain yang baru dikenalnya dan saya adalah kali pertamanya beliau menjadi wali dalam akad nikah nanti.

Jam 08.00 di hari Jumat tanggal 14 September 2001, kami sudah menuju masjid Al Musyawarah yang tidak jauh dari rumah. Mengenakan pakaian pengantin berwarna putih saya merasa seluruh tubuh saya bergetar sepanjang perjalanan. Memasuki masjid perasaan saya bertambah sedih, entah mengapa.  Suasana masjid pada saat itu terasa hening, sendu dan syahdu. Kami duduk terpisah antara laki-laki dan perempuan dalam posisi melingkar saling berhadapan. Acara dimulai saat seorang laki-laki yang menjadi sesepuh membawakan acara. Saya lebih banyak tertunduk, sesekali menatap Ayah yang berada beberapa meter dihadapan saya. Saya merasa Ayah tidak sekalipun mengarahkan tatapan pada saya, entahlah atau saya yang tidak pernah tahu.

Tibalah pada saat MC memanggil nama saya dan menanyakan, “Apakah anak Endah mau meminta ijin kepada Ayah atau kita langsung memulai acara akad nikahnya?.
Saya tidak pernah tahu dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Tanpa sadar, saya mengangguk dan akhirnya memegang mic. Suara saya bergetar saat itu, sambil terbata saya mengatakan,”Ayah…”. Tenggorokan saya tiba-tiba tersekat, saya menunduk dan tanpa sadar bulir-bulir air mata mengalir jatuh menggenangi pipi. Suasana semakin hening, saya rasanya tidak sanggup lagi melanjutkan.  

Sambil bergetar akhirnya suara saya terdengar,”Endah memohon ijin untuk menikah”. Setelah itu saya langsung meletakkan mic dan menunduk sambil terus menangis. 

Kemudian Ayah pun menjawab,”Mari kita laksanakan akad nikahnya”.

Semua kenangan ini, tiba-tiba tergambar lagi disaat saya merayakan hari pernikahan yang ke 15, 14 September lalu. Tepatnya setelah sebulan yang lalu ayah wafat di tanggal 14 Agustus 2016. Kepergiannya yang tidak pernah saya duga (siapapun tidak pernah akan bisa menduga), rasanya baru kemarin saya memeluk, mencium, dan berbincang tentang apa yang beliau rasakan. Mengapa rasa cinta ini malah semakin membesar di saat beliau sudah tiada. Rasa rindu sepertinya tumbuh mengakar semakin kuat mencari tempat untuk menuangkannya. Betapa pedihnya jika cinta dan rindu hanya bisa dikabarkan lewat doa yang mengalun. Tak pernah bisa lagi mencium tangannya, menggenggamnya sambil menanyakan makanan apa yang ingin dicicipinya. Menyesal tidak banyak menunjukkan rasa cinta pada ayah di saat beliau masih ada.

Percayalah, selagi masih diberi waktu tunjukkan rasa cinta itu. Dengan segala perhatian layaknya kita jatuh cinta, dengan kata-kata lembut untuk orang-orang yang kita cintai. Siapapun itu, ayah, ibu, adik,kakak, suami, anak, dan yang lainnya. Kita tidak pernah tahu, seberapa lama kita diberi waktu bersama dengan orang –orang yang kita cintai. Waktu adalah misteri yang tidak pernah ada jawabannya.

Lupakan sejenak semua kesibukan, tinggalkan semua keriuhan. Beri kesempatan sesering mungkin bagi cinta kita untuk ditunjukkan kepada orang-orang tersayang. Jadwalkan layaknya meeting atau rapat yang harus kita hadiri. Bukankah cinta ini lebih penting dari semua kesibukkan yang tidak pernah ada habisnya. Selagi masih ada waktu…. Selagi masih diberi waktu.