September 8, 2016

Guru Pembelajar

Apa itu Guru Pembelajar? Guru Pembelajar salah satunya adalah sebutan bagi sebuah program yang dibuat oleh Kemdikbud. Program Guru Pembelajar adalah program lanjutan dari pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG). Hanya saja di sini kita tidak akan membahas mengenai topik program guru pembelajar tersebut yang saat ini hampir semua guru berusaha untuk mendapatkan user name dan password agar dapat terdaftar di sistem Guru Pembelajar tersebut untuk kepentingan UKG di tahun 2017 nanti

Masalah guru pembelajar ini mengingatkan pada tulisan yang pernah saya tulis sekitar 5 tahun silam dalam buku antologi "Kumpul Guru Jadi Guru". Ide mengenai guru pembelajar tiba-tiba terlintas dibenak saya yang berasal dari pengalaman pertama menjadi guru SD saat mengajar di kelas. Makna guru pembelajar dalam tulisan tersebut hampir sama artinya dengan program guru pembelajar dari Kemendikbud walaupun saya menggalinya dari sisi yang berbeda. Pada akhirnya makna guru pembelajar adalah kemampuan guru untuk selalu berusaha mengembangkan diri dengan belajar sepanjang hayat untuk meningkatkan kualitas pribadi sebagai seorang guru dan akhirnya akan berakibat meningkatnya kualitas diri kita sebagai manusia.

Siapapun bisa berlaku seperti guru. Memberikan ilmu atau keterampilan dari yang belum tahu menjadi tahu. Belum bisa menjadi bisa ataupun mampu membawa perubahan dalam diri orang lain.Harapan saya dengan mempublikasikan kembali tulisan ini pembaca mendapatkan manfaatnya. Bisa berbagi ilmu dan terus belajar dari siapapun, dimanapun dan kapanpun. Yuk jadi guru pembelajar!



Guru Pembelajar
Oleh Endah Wulandari

Dua puluh tahun yang lalu, saat saya masih merasakan bahagianya menjadi murid di sekolah dasar, sosok guru adalah sosok yang sangat saya kagumi sekaligus saya takuti.  Kagum karena bagi saya, guru adalah orang yang tahu segalanya.  Takut karena guru bagaikan memiliki kekuasaan yang membuat saya tidak bisa mengeluarkan kata ataupun bergerak dengan bebas karena takut menimbulkan kemarahannya.
Tak pernah terlintas dalam benak saya untuk menjalani profesi mulia ini dalam kehidupan saya sebelumnya. Layaknya kebanyakan anak, saya tentu saja memilih cita-cita yang terlihat keren dan membanggakan. Saat duduk di bangku SD saya bercita-cita menjadi astronot , beranjak SMP saya bercita-cita menjadi dokter dan ketika SMA saya berniat menjadi seorang analis kimia. Jika saat ini saya menjalani profesi ini maka saya adalah seorang guru yang masih terus belajar bagaimana menjadi guru. Dikarenakan saya tidak pernah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang guru.
Di hari pertama bekerja, saya masuk kelas dengan pakaian rapi dengan menggunakan blazer layaknya pekerja kantor seperti tempat dimana sebelumnya saya bekerja. Bahan-bahan mengajar sudah saya siapkan, mulai dari kata pembukaan sampai kata penutup, terus terang saja saya sangat percaya diri di pagi itu. Dalam pikiran saya, apa susahnya mengajar anak SD? Mengajar orang dewasa saja saya sudah berpengalaman apalagi hanya menghadapi anak SD pastilah ini akan dengan mudah saya hadapi. Bel masuk pun berbunyi, saya pun membuka pintu. Belum sempat saya berkata-kata, serombongan anak tiba-tiba langsung mendorong saya sehingga saya pun terpaksa mundur masuk kembali ke ruang laboratorium komputer tempat saya akan mengajar. Murid-murid saya sudah berlarian masuk dan saling berebut komputer tempat mereka akan belajar. Saya tercengang, karena bingung bagaimana harus menghentikan keributan yang tiada henti. Saya pun mengucapkan salam pembuka sampai beberapa kali dengan berteriak. Tetapi suara saya masih terkalahkan oleh suara siswa yang berdengung seperti suara lebah mengelilingi sarangnya. Akhirnya dengan sangat terpaksa, saya memukulkan penggaris kayu ke papan tulis, dengung itu berhenti suasana menjadi senyap. Blazer saya mendadak terasa panas dan mulailah saya mengajar dengan hati bertanya, apakah saya sanggup melewati hari ini dengan sempurna? Hari pertama, saya belajar mengenai manajemen kelas.
Teori mengajar memang bisa didapatkan dari berbagai buku atau dunia maya, tetapi belajar langsung di depan kelas mengasah guru untuk terus berinovasi mencari metode terbaik sesuai dengan kebutuhan murid yang diajarnya. Suatu ketika di kelas saya terdapat murid yang berkebutuhan khusus, murid ini sangat pintar tetapi dia tidak lancar bicara. Pada awalnya saya menganggap anak ini tidak perlu mendapatkan cara belajar yang berbeda dengan siswa yang lain. Saat menerangkan tidak ada masalah yang terjadi, semua siswa diam dan memperhatikan materi yang saya ajarkan melalui layar infocus. Setelah menerangkan siswa saya bimbing untuk mengikuti langkah-langkah yang saya lakukan. Pada tahap inilah mulailah terjadi keributan, siswa saya yang ABK ternyata akan langsung berteriak jika dia tidak bisa mengikuti apa yang saya perintahkan. Sedangkan saya tidak bisa memahami apa yang ia katakan. Bisa dibayangkan kelas menjadi kacau karena saya harus terus berhenti mengajar jika siswa ABK ini berteriak untuk mencari tahu permasalahan. Akhirnya saya mengambil keputusan, siswa ini didudukkan tepat di sebelah saya sehingga dia bisa melihat langsung apa yang saya lakukan tanpa harus melihat layar infocus. Ternyata keputusan saya sangat tepat, akhirnya siswa ini bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan mampu memperoleh nilai yang baik juga di akhir semester. Metode ini saya tularkan kepada guru komputer yang mengajarnya di kelas selanjutnya. Dari pengalaman ini, saya belajar, setiap siswa memiliki cara belajar sendiri. 
Guru ternyata tidak hanya memberi ilmu, di dalam kelas seorang guru bisa saja menjadi seorang murid. Satu pengalaman yang sangat membekas di hati saya, saat mengajar kelas 3 di suatu pagi. Materi yang saya bawakan sangat sederhana yaitu menggambar bentuk-bentuk dengan menggunakan salah satu software gambar Paint. Menggambar dengan komputer merupakan pelajaran yang sangat disenangi oleh anak-anak berbeda jika mereka diberi crayon dan kertas gambar yang terkadang tidak semua murid menyenanginya. Saya mengajar mereka menggambar lingkaran, segitiga, persegi dan masih banyak lagi. Tiba-tiba salah seorang murid saya berkata,”Bu Endah, sulit sekali ya, untuk menggambar garis lurus.”
Saya yang tidak pernah mendapat pertanyaan seperti itu langsung menjawab,” Ya, memang agak sulit tetapi kalau kamu menggambar garis dengan perlahan pasti garisnya akan menjadi lurus.”
Kemudian dari sebuah sudut terdengar salah seorang murid menyahut,” Bisa kok Bu! Caranya tekan tombol shift lalu gambar garisnya, pasti tidak akan bengkok!”
Terus terang pada awalnya saya malu diajari oleh anak kelas 3 belajar cara menggambar garis lurus di komputer padahal saya adalah seorang sarjana komputer. Alhamdulillah, saya akhirnya menghilangkan rasa malu dan berkata, “Terima kasih A! Ayo, semua sekarang kita coba menggunakan tombol shift untuk menggambar garis lurus.” Dan saya pun belajar, ilmu bisa datang dari siapa saja.
Menjadi guru ternyata tidak hanya memiliki kewajiban untuk memberi ilmu pengetahuan. Ada kewajiban lain yang ternyata lebih besar dari itu yaitu membentuk kepribadian. Kewajiban yang pertama tentu saja jauh lebih mudah dilakukan dari kewajiban yang kedua. Percaya atau tidak, untuk membuat murid-murid tertib meletakkan sepatu di rak  membutuhkan waktu hampir dua tahun bagi saya. Ini pun melalui komitmen dengan memberikan sanksi jika siswa tidak mematuhinya. Jadi tidak heran bila membangun karakter siswa memerlukan waktu yang lama dan hal ini sering luput dari kita sebagai guru karena kewajiban ini memang bukanlah kewajiban tertulis yang akan kita temui di surat perjanjian saat kita bekerja. Kalau kita tidak mau sadar maka jangan heran jika nanti kita melahirkan generasi yang jenius tetapi tidak memiliki kepribadian yang tangguh. Dari sini saya belajar, guru tidak hanya memberi ilmu tetapi juga memberi cahaya bagi nurani.
Setelah hari pertama menjalani profesi ini, saya masih belajar. Hari kedua menjalaninya, saya masih belajar. Ternyata setelah hari ke 2675 saya menjalaninya, saya masih terus belajar bagaimana mennjadi seorang guru yang baik bagi anak-anak didiknya.

2 comments:

Air Embun said...

Keren ....... bu Endah.....

Endah Wulandari said...

Terima kasih bu Novi... masih terus belajar bu...